Minggu, 03 Oktober 2010

MAKASSAR MULAI MENGALAMI KEMACETAN

Jika anda adalah pegawai, guru, tentara ataupun profesional yang jadwal masuk kantornya di pagi hari, sebaiknya berangkat lebih awal dari rumah menuju tempat kerja masing-masing. Penyebabnya adalah kemacetan yang mulai melanda di beberapa ruas jalan di kota Makassar. Bahkan ada yang mencetuskan ide untuk kendaraan berplat ganjil pada hari tertentu dan yang berpelat genap pada hari lainnya.
Secara awan terlihat peningkatan pesat jumlah kendaraan dan jenis kendaraan yang melewati ruas-ruas jalan di kota daeng. Peningkatan tersebut juga sebanding dengan meningkatnya jumlah hunian yang menghiasi kota. Daerah-daerah pinggiran yang dulunya dilirik sebelah mata, bahkan orang tidak mau ke sana karena dianggap tempat jin buang anak, sekarang telah berubah menjadi perumahan moderen. Belum adanya akses angkutan umum kedaerah perumahan baru itu mendorong penghuninya untuk memiliki kendaraan pribadi. Terkadang satu rumah bisa memiliki 2 atau 3 kendaraan, apakah itu roda dua atau roda empat.
Jika kita mau jujur, sebenarnya kota Makassar yang kita cintai belum mempunyai angkutan umum massal. Pete-pete yang jadi ciri khas kota daeng bukanlah angkutan umum massal. Kita memerlukan angkutan umum yang bisa memuat lebih banyak orang, lebih nyaman dan lebih manusiawi. Jika kita ingin menuju salah satu kota duni maka masalah transportasi dan infrastrukturnya merupakan pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh Pemkot dan instansi terkait.
Dari kacamata awam saya, terlihat kepadatan hanya terjadi pada ruas jalan tertentu dan pada jam-jam tertentu pula. Seperti di jalan sultan alauddin, kepadatan terjadi pada pagi hari antara jam 7.00 s/d 8.15. sedangan sore hari pada jam 16.30 s/d 18.15. Kepadatan terjadi karena jalan sultan alauddin merupakan akses masuk dan keluar kendaraan dari kabupaten gowa ke Makassar dan sebaliknya. Sedangkan kabupaten gowa merupakan daerah perumahan karyawan yang bekerja di Makassar. Belum lagi sepanjang jalan sultan Alauddin adanya  terminal, dua supermarket besar,  dua Kampus, dua Bengkel Otomotif besar, yang mana menjadi point faktor kemacetan.
Jumlah pete-pete yang sebanding dengan jumlah kendaraan bermotor roda dua dan roda empat menambah padatnya ruas jalan. Ini memang resiko dari perkembangan kota. Resiko yang sebenarnya bisa diperhitungkan jika master plan pengembangan kota sudah terancang dengan baik. Seperti pengadaan armada angkutan massal, rekayasa lalu lintas, dan peraturan lalu lintas yang tepat. Misalnya aturan jam melintas di jalur utama bagi mobil pengangkut bahan bangunan dan kontainer. Bukan melakukan diskriminasi tetapi untuk menguranggi kepadatan di jalur utama pada jam-jam padat. Seingat saya dahulu pernah ada peraturan yang melarang mobil angkutan barang melintas di jalan utama pada jam 7.00 – 9.00. Apakah aturan ini masih berlaku.
 Pembukaan jalur-jalur alternatif untuk bisa memecah kepadatan kendaraan di jalur utama, juga merupakan alterntif yang perlu dipertimbangkan. Pengaturan jam kantor untuk instasi pemerintah dan swasta, Kerjasama dengan pihak Kampus untuk koordinasi jam masuk dan pulang mahasiswa. Jangan sampai jam masuk dan jam pulangnya bertepatan dengan jam padat, sehingga menimbulkan kerwanan untuk macet. Masih banyak alternatif lain yang lebih kreatif yang tentunya telah dipikirkan oleh para ahli di dinas perhubungan, kepolisian dan Pemkot. Masyarakat menunggu apakah ide-ide itu akan secepatnya dilaksanakan. Karena jika terlambat akan menimbulkan kesan pembiaran, yang bisa menimbulkan sak wasangka yang tak beralasan.
Kearifan dan ketegasan para pemimpin kota tercinta ini ditunggu oleh masyarakat. Karena merekalah yang bisa mengatur kota ini. Masyarakat hanya bisa menjadi pemain dan penonton. (makassar,009)

Rabu, 30 Juni 2010

7 Keys to Big Video Profits

Author: Beau Blackwell, ClickBank | http://www.clickbank.com/blog/wp-content/themes/ClickBank_Blog_2/images/PostDateIcon.png June 28th, 2010
Written by: Benjamin Ravaru, Guest Author
Many years ago when I started marketing online with the usual web-page sales letters, I was living in fear that one day everything would move to video. If that happened, would the little guy still be able to compete with big companies and their video budgets?
Fast forward to 2010, and the answer is an emphatic YES.
There’s an explosion of homemade videos online. YouTube has become the 3rd most-visited website in the world. Video gets higher conversion rates and builds a deeper relationship than print ads. But the really exciting news is that it’s easier than ever to make videos at home.
Cameras are cheap. You can buy a Flip or Kodak Zi8 for under $200 and record great HD videos at home. Keynote andPowerPoint make it easier than ever to create beautiful screen-casts. Tools like Camtasia and Screenflow make it easy to capture your videos and put them online in the cloud using a service like Amazon S3. You can then play them back with tools like Flowplayer or JW Player.
There are more sources of great content than ever before, including royalty-free music, photographs, and videos on sites like iStockPhoto.com.
But even with all of these tools, not all videos are created equal, and not all videos convert. So what are the keys that will guarantee your video is a success? To achieve big video profits, I recommend the following:
1. Great Script: Take time to sit down and write a script for your video. You might be a great narrator, but you need to think of your video as your spoken sales letter or sales presentation. A great script with a killer intro makes a huge difference in whether your video converts into sales.
2. Interesting Hooks: Make interesting promises and deliver on them, or have nice visual effects and/or music. Anything that can hold people’s attention is worth its weight in gold in these times of multitasking and short attention spans.
3.  Keep It Clean: Make sure to remove the noise from your audio recordings and use image enhancing effects for your photos. You want clear sound and sharp contrasts. It doesn’t cost any money to do this, just a bit of time. It will really separate your video from the mass of videos out there and give you that professional edge.
4. Easy to Read Text: Make your text high-contrast, so it stands out against the background of your video. Big, black, bold text is a good rule of thumb, unless black won’t show up against your background.
5. Reasonable File Size: Resize your video to be between 500×300 and 800×600. Any less than that and the video is too small; more and it’s too big. When compressing your video, use the H.264 compression codec with the compression settings set to “best” to ensure a good file size.
6. Promote Other Video Products: As obvious as this may sound, it’s best to use video to promote an offer that uses video on its sales page too. Having a nice video presell as an affiliate and sending people to a non-video offer can kill conversions. The feeling of continuity and flow is important.
7. Always Be Testing: This is true of any selling or promotional techniques, and it holds for video too. Don’t get complacent, and always fine tune your scripts and videos. You can always improve your conversion rate and make more profits.

World Cup Social Media Analytics – How We Did It

Posted by Patrick Husting, June 14, 2010
A good colleague of mine over at Microsoft, Bruno Aziza, gave me a call on a Sunday night to discuss Extended Results partnering with Microsoft on the development of a World Cup Social Media Analytics web page.   Bruno chose us because we have technologies to capture the social conversation going on along with the advanced visualizations we do in Microsoft SilverLight.  I told Bruno, where do we sign up!  Check outwww.extendedresults.com/worldcup for the demo.
We started the project about 7 days ago with Microsoft using our Social Media Server solution to provide some insight into World Cup 2010.   Within just a couple days using our existing Social Media Server solution, we were able to capture over 800,000+ World Cup mentions in just 7 days!  Amazing…
There are many social media software solutions on the market basically all competing for your marketing dollars.   We took a completely different approach to the space in that we believe all this information needs to be captured and stored within a companies enterprise database and tied to other ERP solutions (CRM, Financial, Marketing, Competitive, etc).   Having the information stored within a SQL database, we can create laser sharp focused results out of the social media data, whenever we want, and tie it to business performance objectives.  Powerful…
The below diagrams will give you some insight into the process of capturing World Cup social mentions and providing the insight on our web site using our and Microsoft’s technologies.
GRAB THE DATA
  • We started by identifying all the World Cup teams and Players that we wanted to track and entered those keywords into our Social Media Server admin tool.   Our server tool then continuously pulls from the major social media web sites and a predetermined set of blogs and matches those keywords and pulls a rich subset of that conversation and posts it to our SQL database.
image
DATA MINE FOR INSIGHTS
  • Once we started capturing all the data, we started writing queries to summarize the results into summary tables.  The reason we did this was because we are adding about 100,000+ new World Cup mentions a day.  We actually used Microsoft Access for a bunch of ad hoc querying because it was so easy to use.  You didn’t have to be a SQL developer to write complex scripts, a business user could use MS Access.
  • Once we got a summary tables completed, we wrote a data web service using Windows Server 2008 R2 and Microsoft Visual Studio 2010 (C#).   We created a set of web service methods that our SilverLight client could call to get its data.
image
VISUALLY RICH DISPLAY
  • Now the best part.   For the past couple of years, we have been using Microsoft SilverLight for many of our business intelligence projects because we can provide a deeper insights with graphical representations of the data.   We used Microsoft Expressions Blend to built out our graphical objects and then passed the XAML to the C#/SilverLight developers (Matt and Steve) and watched them crank out the specific report views below.  Took them all of one day to build it out including the web data service!  They are the Best!
image
We have discovered all kinds of interesting social media facts around World Cup 2010 and will have some later blog posts on them.   Just think of what you could do bringing technologies like these into your company.  They can provide very valuable insights in what your customers are saying about your company and enhance business performance.
You can find out more about our Social Media Analytics solution atwww.extendedresults.com

Jumat, 18 Juni 2010

NURANI PEMERINTAH

Kenaikan tarif listrik sebenarnya bukan hal yang terpaksa dilakukan tapi sudah diperhitungkan oleh pemerintah sejak penyusunan anggaran belanja Negara tahun 2010, dan telah disahkan oleh DPR sebagai perwakilan rakyat. Tapi menjelang kenaikan TDL DPR masih mengadakan rapat dengan pemerintah yang tujuannya bukan membahas berapa kenaikan yang wajar tapi porsi mana yang kenaikannya rendah dan yang mana yang tinggi, karena pos subsidi untuk tahun anggaran 2010 telah disetujui oleh DPR pada pengesahan APBN 2010.
Kenaikan TDL adalah cermin kegagalan pemerintah menyediakan fasilitas listrik yang terjangkau. Kenaikan bukan hanya dipicu oleh bertambahnya pemakai listrik, tetapi juga inefesien dalam manajemen PLN sendiri. Audit BPK terhadap PLN menenggarai banyaknya kebocoran manajemen ditubuh PLN, seperti banyaknya tunggakan yang didominasi oleh industry dan instansi pemerintah. Tapi dampaknya justru ditanggung oleh rakyat.
Pertambahan konsumsi listrik sebenarnya sudah bisa diprediksi jauh-jauh hari oleh PLN dan Pemerintah. Namun tidak nampak upaya nyata untuk menanggulanginya. Setelah terjadi krisis listrik baru kalang kabut, saling tuding, dan segalanya. Inikan dagelan yang tidak lucu. Apakah kita tidak punya masterplan penyediaan tenaga listrik?. Karena perkembangan suatu Negara tidak statis dan selalu berkembang.
PLN sendiri oleh pemerintah dipaksa menggunakan bahan bakar yang mahal, karena tidak ada jaminan pemerintah untuk pasokan bahan bakar yang lebih murah. Padahal banyak sumber energi terbarukan yang bisa dikembangkan. Seperti tenaga surya, angin, dan arus laut. Namun kebijakan kearah sana belum ada. Hanya beberapa pihak swasta yang mencoba melakukannya. Itupun dalam skala kecil. Sementara cadangan minyak bumi kita makin menipis. Batu bara dan gas alam yang bisa menjadi alternative bahan bakar bagi pembangkit listrik, belum serius digarap. Bahkan didaerah yang kaya akan batu bara, pembangkit listriknya menggunakan solar. Suatu ironi.
PLN sendiri perlu berbenah kedalam. Banyak kebocoran di dalam manajemen PLN sesuai audit BPK. Tunggakan listrik oleh instasi pemerintah cukup besar, dikarenakan mereka membayar jika anggaran telah turun. Biasanya pertriwulan. Belum lagi industri yang juga menunggak pembayaran listriknya. Sehingga mengganggu arus kas. Denda akan keterlambatan yang diharap membuat jera dan menambah kas, disinyalir tak masuk dalam pembukuan. Ataupun kalau tercatat sudah tidak sesuai dengan yang dilapangan. Umur sebagian besar pembangkit listrik yang telah masuk masa maintenance juga membutuhkan pasokan suku cadang perawatan yang lumayan besar.
Anehnya inefesinsi ini harus ditanggung rakyat. Padahal rakyat tidak hanya menangung beban kenaikan TDL, tapi juga kenaikan harga yang dipicu oleh kenaikan TDL. Para pelaku usaha akan membebankan kenaikan TDL kepada konsumen, yang tidak lain adalah masyarakat. Sementara pendapatan masyarakat tidak berubah. Kenaikan gaji bagi pegawai golongan menengah kebawah tidak dapat mengimbangi beban akibat kenaikan harga. Karena harga sudah mengalami beberapa kali kenaikan sementara gaji hanya sekali. Lalu dimana keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya?
Mengapa pemerintah tidak beinvestasi di pembangkit listrik yang terbarukan. Dimana energy untuk pembangkitnya lebih murah. Ataukah pemerintah lebih berpihak ke pengusaha? Semoga nurani pemerintah tetap berpihak ke rakyatnya. Wassalam. www.wusensei-makassar.blogspot.com

Senin, 14 Juni 2010

KECELE

Kepedulian terhadap sesama ternyata masih mudah kita jumpai disekitar kita. Hal itu terbukti hari ini. Sore ini aku di mall menunggu istri. Berbekal roti isi dan sebotol air mineral untuk menganjal perut keroncongan, aku duduk santai di emperan mall, sambil mengamati suasana disekitarku.
Puluhan bahkan mungkin ratusan orang berseliweran di mall ini. Berbagai macam suku dan beragam model pakaian yang dikenakan. Padat terasa. Maklum hari sabtu. Hari inipun kebetulan ada acara yang diadakan salah satu produsen susu bayi. Makanya begitu banyak pengunjung hari ini. Terutama ibu-ibu yang membawa anaknya.
Ditengah kemeriahan dan kepadatan pengunjung tersebut, Nampak seorang ibu yang membawa anaknya. Umur anaknya sekitar 4 tahunan. Gadis kecilnya didudukkan di atas kereta belanja. Ketika handphone sang ibu berbunyi, dan diangkatnya. Kereta belajaannya bergerak sendiri. Berjalan miring, lalu terjatuh. Tangis gadis kecil itu menyentakkan kerumunan orang. Aku melompat ingin menghampirinya. Tapi aku didahului sesosok anak muda, yang bergerak lincah. Ditariknya gadis kecil itu, lalu diserahkan ke ibunya. Lalu ia memunguti belajaan sang ibu dan menaruhnya kembali ke atas kereta belanjaan yang telah didirikannya. Kulihat sekelilingku, ternyata yang posisi nanggung seperti aku cukup banyak. Tapi kami kedahuluan oleh si pemuda. Ternyata Kepudilian itu masih ada.
Alangkah indahnya dunia ini jika rasa kepedulian terhadap sesama terpelihara. Tidak ada yang berat, karena banyak yang peduli untuk membantu. Wusensei 12/06/2010.

Rabu, 09 Juni 2010

PALOPO-KOTANYA SAWERIGADING

Hari ini aku berada di kota Sawerigading dalam rangka melaksanakan tugas rutin. Dua tahun berlalu sejak terakhir aku berkunjung ke kota ini. Perubahan terasa dimana-mana. Makin banyak Hotel, Penginapan, dan bangunan Ruko baru makin banyak. Ini pertanda kemajuan ekonomi yang menjanjikan.
Mengapa? Karena bangunan-bangunan itu menandakan makin banyak orang yang berkunjung ke kota Palopo dan melakukan transaksi usaha. Ini berarti perputaran uang di kota ini cukup besar. Hampir semua cabang perbankan nasional dan swasta ada disini.
Satu hal yang sangat menonjol jika kita berkunjung ke Palopo adalah kebersihan. Ya…kebersihan. Tak ada sampah kita jumpai di sudut-sudut jalan. Bersih dan hijau. Pantas saja tahun ini meraih Piala Adipura. 
Ketika aku berada di suatu daerah, maka yang pertama kucari adalah kuliner khas daerah tersebut. Palopo terkenal dengan masakan Kapurung. Makanan terbuat dari sagu dicampur dengan sayuran, ikan, ayam, atau udang. Enak dimakan pada saat hangat. Apalagi disertai perasan jeruk nipis, kecap dan sambal khasnya. Maknyos deh.
Ada beberapa kuliner khas lainnya, seperti Barobo, Parade dan Dange. Barobo terbuat dari Jagung dicampur ayam atau ikan suir.Sedangkan Dange semcam roti dari sagu. Semuanya sangat menggugah selera.
Sedangkan untuk buah-buah, yang paling terkenal adalah buah Durian. Durian Palopo jenis Lompo Tele merupakan yang favorit. Karena daging yang tebal dan buah kecil. Kelezatan dan keharumannya khas sekali. Jika ingin membawanya sebagai buah tangan sebaiknya beli yang bentuk dampo durian, karena baunya tidak menyengat. Dampo merupakan olahan daging durian yang diawetkan secara tradisional.


Mungkihkah aku akan ditugaskan lagi ke kota ini? Semoga.

Jumat, 04 Juni 2010

PEMIMPIN ADALAH PENGAYOM RAKYAT

Suatu kelompok masyarakat membutuhkan pemimpin agar bisa mencapai tujuan persatuan mereka, dan ini bersifat alamiah. Demikian pula dengan Negara yang merupakan kumpulan dari berbagai kelompok masyarakat, juga membutuhkan seorang pemimimpin untuk mencapai tujuan mereka bersatu.
Pemimimpin merupakan orang pilihan yang dianggap mampu mengayomi, memberi rasa aman, menjaga segala sesuatunya berjalan sesuai jalurnya, dan sebagainya. Masyarakat yang memilih seorang pemimpin menaruh harapan besar terhadap sosok yang dipilihnya.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin merupakan aturan untuk menjaga dan mengayomi rakyatnya. Kesejahteraan mayarakat sangat tergantung kearifan dari pemimpinnya. Kearifan merupakan salah satu alasan mengapa mereka memilih seorang pemimpin.
Lalu jika pemerintah mengeluarkan aturan yang memberatkan rakyatnya? Dimanakah letak kearifan pimpinan tersebut. Di koran kemarin saya membaca bahwa pemkot sementara mengkaji penerapan jalur berbayar di jalan-jalan tertentu untuk mengatasi kemacetan. Katanya peraturan ini sudah berhasil diterapkan di Negara Singapore, dan juga akan diterapkn di ibukota Negara Jakarta.Dengan alasan tersebut pemkot berencana menerapkannya di Makassar.
Singapore dan Makassar jika disandingkan untuk perbandingan fasilitas infrastruktur dan sarana transportasi missal, tidak bisa dibandingkan. Ibarat membandingkan enaknya buah Durian dengan buah Mangga. Dua kondisi dengan parameter yang berbeda dan tidak bisa diperbandingkan. Menggunakan ilmu statistic, matematika, fisika, kimia atau ilmu apapun, jika akan membandingkan suatu obyek yang sama harus memiliki parameter yang sebanding untuk diukur. Yang membedakan hanya perlakuaannya.
Sebelum menerapkan peraturan yang telah berhasil diterapkan di Singapore, Pemkot punya tugas untuk membuat parameter Makassar sebanding dengan parameter Singapore. Infrasturtur di sediakan semaksimal mungkin. Jalanan dibuat selebar dan sebanyak di Singapore. Transportasi massal dengan armada yang memadai, nyaman dan terjangkau oleh masyarakat. Jika kesemuanya telah disiapkan barulah Pemkot bisa menerapkan kebijakan tersebut.

Jika kita melihat keadaan infrastruktur transportasi di Makassar saat ini, apakah kita berani mengatakan bahwa Pemkot telah melaksanakan tugasnya?  Belum ada penambahan jalan yang signifikan untuk mengatasi kepadatan kendaraan diruas-ruas jalan tertentu. Pelebaran badan jalan juga hanya pada jalan Negara, bukan jalanan Pemkot. Kondisi jalan rusak masih banyak kita temui di setiap pojok kotak. Bagaimana kita membandingkannya dengan Singapore?
Dari segi moda transport massal sangat minim. Angkot / Pete Pete  masih mendominasi sebagai angkutan massal. Bus massih bisa dihitung dengan jari. Sedangkan di Singapore angkutan massal banyak ragamnya.  Bus jumlahnya berlimpah dan jadwalnya tepat. Kereta api/ subway, angkutan jarak pendek, dan lainnya.  Lalu kita ingin menerapkan aturan yang berlaku di Negara Singapore, sementara pemkot sendiri belum menyelesaikan kewajibannya kepada masyarakat. Berupa penyediaan angkutan missal yang memadai, nyaman dan terjangkau.
Pemkot malah ingin membuat peraturan yang memberatkan masyarakat. Dengan memungut pembayaran di ruas jalan tertentu, yang merupakan jalur padat akan menambah beban masyarakat. Belum lagi jika penghentian subsidi BBM bagi kendaraan roda dua dihapuskan. Makin lengkaplah penderitaan masyarakat.
Kepadatan lalu lintas di beberapa ruas jalan Kota Makassar harus kita telaah secara seksama. Kepadatan terjadi hanya pada jam-jam tertentu. Pertumbuhan jumlah kendaraan memang salah satu factor penyebabnya. Lebar jalan yang tidak memadai dan tidak adanya jalur alternative juga merupakan factor penyebab kemacetan. Sehingga perlu dilakukan rekayasa lalu lintas.
Jika kita telah mengetahui penyebabnya lalu kenapa bukan itu dahulu yang kita tuntaskan. Daripada kita mengadopsi suatu aturan dari Negara lain. Pemimpin adalah pengayom bagi masyarakat. Masyarakat menunggu kearifan pemimpinnya untuk mengayomi mereka. Memberikan rasa aman, tentram dan sejahtera.
Wahai pemimpin, jabatanmu merupakan amanah. Engkau dipilih oleh masyarakat karena mereka melihat bahwa kamu layak untuk memimpin mereka. Kelak dikmudian hari engkau akan dimintai pertangung jawaban atas amanah tersebut. 

TAKA BONERATE (BONERATE ATOL)



I Remember when cild age, my grandfather told me story about Bonerate atol or Taka Bonerate. “you can see dolphin and whale plyground around you, the Manta/Pari Manta fly from the sea to sky. If you look down you see many coloured fish and coral. Beautifuly, Like paradise garden, but not at land.” Say my grandfather.







Saat kecil, kakeku sering becerita tentang keindahan Taka Bonerate. "Lumba-lumba dan ikan paus sering nampak bermain di areal taka. Terkadang kita dapat menyaksikan ikan Pari Manta meloncat keluar dari air. Jika kita melihat ke bawah air, nampak beragam jenis ikan dan terumbu karang yang berwarna warni. Seperti Taman surga, tetapi tidak terletak di daratan." cerita kakek.




Keep Saved your treasure in Bonerate Atol. 
Jagalah warisan kekayaan alam di Taka Bonerate


Rabu, 02 Juni 2010

WHY WE CANT SMILE






After you see all photo, you have reason cant smile?

Selasa, 01 Juni 2010

Letter from little Girl

Ibuku sayang
Sekarang saya telah disurga bu….saya sangat berharap bisa menjadi gadis kecilmu. Tetapi saya bingung dengan apa yang telah terjadi. Aku menikmati keberadaanku di rahimmu. Walaupun gelap, tentu saja karena saya ada didalam rahimmu, ibu. Saya melihat bagaimana aku mendapatkan jari tangan dan kaki. Begitu senangnya berada di rahimmu, belum siap aku untuk meninggalkan duniaku ini. Kuhabiskan waktuku dengan berfikir dan tidur. Sejak awal kehadiranku, kurasakan ikatan batin yang begitu kuat denganmu, ibu.
Terkadang aku mendengar ibu menangis dan aku juga ikut menangis. Terkadang engkau membentak dan menjerit. Lalu kudengar Ayah balas membentak. Hatiku sangat  sedih, sehingga kuberharap ibu akan lebih baik keesokan harinya.  Aku begitu khawatir ketika engkau sering menangis. Suatu hari engkau menangis sepanjang hari. Apakah aku menyakitimu, bu? Sungguh! Tak bisa kubayangkan apa yang membuatmu begitu sedih.
Pada hari itu juga, sesuatu yang mengerikan terjadi. Seekor monster mendatangi tempatku yang hangat dan nyaman. Aku sangat takut, bu. Aku menjerit sekuat tenaga. Memanggilmu, bu. Tetapi ibu tak menolongku. Mungkin ibu tak pernah mendengarku. Monster itu makin mendekat, aku menjerit, “ ibu..Ibu, toloooong”. Teror itu begitu menakutkan dan menyakitkan. Aku terus menjerit meminta pertolonganmu, bu…hingga aku tak dapat berbuat apa-apa lagi. Monster itu menarik tanganku. Sakit sekali, bu.Sakit yang tak terperikan. Ia mencabik lenganku. Dan monster itu belum berhenti menyerangku. Ia kemudian mencabik kakiku. Kulihat tangan dan kakiku terpisah.
Aku merasakan kesakitan yang sangat, saya sekarat bu. Aku akan mati. Kusadari itu. Padahal aku belum sempat melihat mukamu, atau mendengar dari mulutmu betapa engkau mencintaiku. Keinginanku untuk menghapus air mata diwajahmu belum terwujud. Aku mempunyai banyak rencana untuk membahagaikanmu. Sekarang semua impian dan anganku musnah ditelan oleh rasa sakit dari terror yang kualami. Aku bisa merasakan terror itu telah menghentikan detik jantungku. Padahal keinginanku untuk menjadi putrimu sangat besar. Semua itu sirna oleh terror yang mengerikan. Dalam keadaan sekarat ini, aku tak bisa membayangkan apa yang dilakukan monster itu padamu. Ingin kuucapkan betapa aku mencintaimu sebelum ajal menjemputku, tapi aku tak tahu menggunakan bahasa apa yang bisa ibu mengerti.
Tak lama kemudian aku menghembuskan nafas terakhirku. Aku mati, bu. Kurasakan rohku meninggalkan jasadku, aku dijemput oleh malaikat ketempat yang luas dan sangat indah. Aku masih menangis, tapi rasa sakit telah hilang. Malaikat mengatarku ketempat yang sangat indah. Itu yang menghentikan tangisanku. Kutanya malaikat”monster apa yang menyerangku dan membunuhku?” Malaikat menjawab “Aborsi”. Saya tidak tahu bagaimana rupa monster abrosi itu. Surat ini kutulis karena aku sangat mencintaimu, bu. Betapa inginnya saya menjadi gadis kecilmu. Saya telah berusaha keras untuk bertahan hidup. Saya ingin hidup. Tetapi monster itu begitu kuat. Ia merengut tanganku. Lalu merengut kakiku. Kemudian tubuhku. Aku tercabik-cabik. Tak mungkin aku bertahan dengan tubuh yang tercabik. Aku telah berusaha, bu. Melawannya. Tapi tak mampu. Aku sangat ingin hidup bersamamu, bu. Berhati-hatilah bu terhadap monster Aborsi. Ia sangat kejam. Aku sangat mencintaimu, bu. Dan tak ingin ibu mengalami terror dari monster aborsi seperti yang kualami. Waspadalah bu. Ia masih ada di luar sana. Tak tahu siapa lagi yang diincarnya. Jaga dirimu, bu.
Salam Sayang

Bayi perempuanmu 

Law of the Garbage Truck

One day I hopped in a taxi and we took off for the airport.

Never count yourself out

Blind high school runner and teammates collaborate with such ease that the extraordinary becomes ordinary
On a cloudless spring afternoon on the crowded Glenwood South track, Tommy C. placed his hand on the back of Shin T.'s elbow. He didn't let go until they had finished the first stretch of a 2 1/2-mile lung-burning training run, matching strides as they moved, connected, around the track.

Most afternoons, Tommy and his teammates form these rare duets in the individual sport of distance running, Tommy occasionally serving as a motivator, his teammates always serving as the eyes Tommy lost by age 2.

The 17-year-old junior and his teenage teammates collaborate on his running career with such ease that their teamwork, extraordinary as it is, becomes ordinary. Just like Tommy.

"The best thing about Tommy is he doesn't act like (he's blind)," Glenwood South assistant track coach Chris H. said. "He just does what everybody else does."

And maybe a little more.

Bilateral retinoblastoma, a rare cancer of the eyes, claimed Tommy's first eye when he was 13 months old. Shortly after his second birthday, he lost his other eye.

As Tommy recovered from his surgeries and was fitted with prosthetic eyes, his parents read everything they could and contacted various organizations for help, said his mother, Kristi Tommy. She then started going to park district classes with her son, who was willing to try everything.

"The big goal was to make him independent. He's going to live as an adult?he just won't be able to see," Kristi T. said. "Whenever he tries something new, there's an element of danger. We're cautious, but he's gotten to where he is today because we've allowed him to do whatever activity he wants to."

Tommy C. tells the following story with a palpable pride for how his parents raised him.

He was about 5 years old and standing at the base of an escalator at a mall with his mother, who was trying to verbally guide him on to the moving stairs. Afraid and unable to find the railing, Tommy threw a tantrum, attracting several onlookers who were appalled that his mother wouldn't physically help him.

"My parents are probably my harshest critics, but in a good way," Tommy said. "That's the story of how everything goes. They make me do it. There are no excuses. It increases resourcefulness."

Tommy figured out the escalator, just as he figured out each activity on his ever-growing list of accomplishments. He has played the recorder, the piano and the guitar. He plays the drums in a band that has a steady lineup of gigs in the north suburbs and played at the Elbo Room in Chicago this winter.

Interested in the music industry and broadcast journalism, he had his own radio show at Glenwood South and will attend a five-week journalism program at Northwestern this summer. He has a 4.6 GPA on a 4.0 scale and takes AP courses.

He has skied, done karate, completed triathlons, wrestled for Glenwood South and he became such an impressive skateboarder that he attracted the attention of legend Tony Hawk.

In 2008, Hawk found Tommy through an online video and flew to Chicago to skate with and interview him for a video. Afterward, Hawk wrote about Tommy in his journal

"The kid goes for it and is not afraid to fall. I was most impressed with his backside revert technique," Hawk wrote. "As a ramp skater, backside reverts are one of the last things to learn because you are blind to the ramp when coming down. But then I realized that he's always blind to the ramp. It doesn't make it any less dangerous though, and I am amazed at his tenacity and easygoing approach to life."

The American Printing House for the Blind counts more than 58,000 legally blind students registered in the United States, the majority of which attend mainstream schools. More than 60 percent of those students do not participate in their physical education classes because they are not adapted, according toMark Lucas, executive director of the United States Association of Blind Athletes.

The organization did not have participation rates of blind athletes in mainstream high school sports, but based on the physical education statistics, Lucas said the numbers are likely very low.

After completing three triathlons when he was younger, Tommy took up cross-country and track in sixth grade.

In training, his teammates volunteer to be his guide, and Tommy is happy to run with whoever is up for the task. As Tommy holds his teammates' elbows, they guide him along training and race courses, verbalizing the distances, obstacles and terrain, which is more difficult to navigate in cross-country.

"The main things we have to look out for are curbs because they trip him up, rocks and tree branches," said Dilan W., a junior who ran a 1,600 interval with Tommy at a recent practice. "Sometimes we push him, and other times he pushes us. It builds a team relationship because we have to work together. There are a lot of benefits from it."

Before races, the Glenwood South coaches inform meet officials because pacing by a noncompetitor and holding on to another runner are usually illegal. The coaches said they haven't had any problems with officials.

"When he first got here, we thought, ?Oh, how are we going to do this?'" Chris said. "What made it really great was his teammates are so willing to pitch in. They'll say, ?Hey, I'll take him for this run.' We never had to assign it to anyone."

Tommy has become fast enough that in races he uses multiple guide runners, usually teammates who already have run their events. The faster he becomes, the more he struggles balancing personal ambition with the needs of the teammates who help him.

"Sometimes it does get frustrating when it gets to a point where I'm faster than some people and not quite up to another group," he said. "I want to let people get their races in, but sometimes we have to find people who will sacrifice their races to help me. It's finding that balance between what's best for me and what's best for the team."

Running with Glenwood South's top four distance runners last week, Tommy chopped his 1,600 run time to 5 minutes, 10 seconds?a 16-second personal record?in a meet at Glenwood North. He runs in about the middle of South's pack and hopes to break 5 minutes by the time he graduates. In an outdoor meet this week at Niles North, he ran the 800 in 2:21.

The running pairings draw their share of attention at meets, including one unknowing runner who scolded Tommy and his racing partner for an unfair advantage, until they related that Tommy was blind. "And then we creamed him," Tommy said with a smile.

But for every uninformed comment, there are supporters letting Tommy know their admiration, including Chris's 11-year-old son, who usually asks about Tommy's races before inquiring about Glenwood South's defending state champion sprinter.

"I definitely appreciate it. To motivate people is great," said Tommy, who also won a gold medal in the 1,500 and a silver medal in the 800 in his class at the IBSA (International Blind Sports Federation) World Youth and Student Championships last summer in Colorado Springs.

"There are a lot of people that aren't motivated these days. Everybody should try anything they have the opportunity to try. You should never count yourself out. If I can inspire people to go out and try new things and not be down on themselves, then I think I'm really successful."
What are some of the things in your life that you have written off as impossible? Or as being too hard? As Tommy has shown us, these obstacles are only as large as we make them. Share this story with someone you think might need some inspiration in overcoming obstacles.

Get Up

Bringing a giraffe into the world is a tall order. A baby giraffe falls 10 feet from its mother's womb and usually lands on its back. Within seconds it rolls over and tucks its legs under its body. From this position it considers the world for the first time and shakes off the last vestiges of the birthing fluid from its eyes and ears. Then the mother giraffe rudely introduces its offspring to the reality of life.
In his book, "A View from the Zoo", Gary Richmond describes how a newborn giraffe learns its first lesson.
The mother giraffe lowers her head long enough to take a quick look. Then she positions herself directly over her calf. She waits for about a minute, and then she does the most unreasonable thing. She swings her long, pendulous leg outward and kicks her baby, so that it is sent sprawling head over heels.
When it doesn't get up, the violent process is repeated over and over again. The struggle to rise is momentous. As the baby calf grows tired, the mother kicks it again to stimulate its efforts. Finally, the calf stands for the first time on its wobbly legs.
Then the mother giraffe does the most remarkable thing. She kicks it off its feet again. Why? She wants it to remember how it got up. In the wild, baby giraffes must be able to get up as quickly as possible to stay with the herd, where there is safety. Lions, hyenas, leopards, and wild hunting dogs all enjoy young giraffes, and they'd get it too, if the mother didn't teach her calf to get up quickly and get with it.
The late Irving Stone understood this. He spent a lifetime studying greatness, writing novelized biographies of such men as Michelangelo, Vincent van Gogh, Sigmund Freud, and Charles Darwin.
Stone was once asked if he had found a thread that runs through the lives of all these exceptional people. He said, "I write about people who sometime in their life have a vision or dream of something that should be accomplished and they go to work.
"They are beaten over the head, knocked down, vilified, and for years they get nowhere. But every time they're knocked down they stand up. You cannot destroy these people. And at the end of their lives they've accomplished some modest part of what they set out to do."
- Craig B. Larson

Eye Opener for all parents


PARA ORANG TUA, BUKALAH MATAMU

Seorang guru SMA memberi tugas kepada muridnya untuk menulis esay berupa permintaan kepada Tuhan tentang kehidupan yang mereka inginkan.

Setiba di rumah ia memeriksa seluruh esay murid-muridnya. Tulisan seorang muridnya sangat menarik perhatiaannya dan mengharukan.

Suaminya yang sedang berjalan ke ruang makan melihat istrinya yang guru tersebut sedang menangis, “Ada apa sayang?”

“Baca ini! Tulisan seorang muridku ..” sambil menyodorkan esay tersebut ke suaminya.

“Tuhanku, malam ini aku ingin mengajukan satu permintaan khusus kepadaMu. Kabulkanlah. Masukkanlah aku ke dalam Televisi. Aku ingin menjadi seperti telivisi di rumahku. Aku ingin Mengantikannya.”

“Aku akan mendapat tempat yang special, seluruh keluarga ada di sekitarku. Mereka akan memperhatikan aku dengan serius jika aku berbicara..”

Aku ingin menjadi pusat perhatian dan didengarkan tanpa intrupsi ataupun pertanyaan. Aku ingin dirawat seperti mereka merawat televisi pada saaat tidak bisa berfungsi”

Ayah akan menemaniku saat ia pulang kerja, walaupun ia merasa letih.

Aku juga ingin ibu membutuhkanku ketika ia sedang sedih atau menangis. Menganggapku ada dan menjadi tempat curhatnya.

Kuingin saudaraku bermain bersamaku…kuingin keluargaku berada disekitarku, memperhatikanku, melupakan segala hal yang lain dan lebih banyak menghabiskan waktu denganku. Sehingga aku dapat menghibur mereka dan mengembirikan semuannya.

Tuhan aku tidak meminta banyak hal…Aku hanya ingin hidupku seperti TV”. Pada moment itu sang suami berkata “YA TUHAN!!! ANAK YANG MALANG, SIAPA ORANG TUANYA?”
Sang istri sambil mengusap air matanya, memandang suaminya dan berkata “ ESAI ITU DARI ANAK KITA!”