Kenaikan tarif listrik sebenarnya bukan hal yang terpaksa dilakukan tapi sudah diperhitungkan oleh pemerintah sejak penyusunan anggaran belanja Negara tahun 2010, dan telah disahkan oleh DPR sebagai perwakilan rakyat. Tapi menjelang kenaikan TDL DPR masih mengadakan rapat dengan pemerintah yang tujuannya bukan membahas berapa kenaikan yang wajar tapi porsi mana yang kenaikannya rendah dan yang mana yang tinggi, karena pos subsidi untuk tahun anggaran 2010 telah disetujui oleh DPR pada pengesahan APBN 2010.
Kenaikan TDL adalah cermin kegagalan pemerintah menyediakan fasilitas listrik yang terjangkau. Kenaikan bukan hanya dipicu oleh bertambahnya pemakai listrik, tetapi juga inefesien dalam manajemen PLN sendiri. Audit BPK terhadap PLN menenggarai banyaknya kebocoran manajemen ditubuh PLN, seperti banyaknya tunggakan yang didominasi oleh industry dan instansi pemerintah. Tapi dampaknya justru ditanggung oleh rakyat.
Pertambahan konsumsi listrik sebenarnya sudah bisa diprediksi jauh-jauh hari oleh PLN dan Pemerintah. Namun tidak nampak upaya nyata untuk menanggulanginya. Setelah terjadi krisis listrik baru kalang kabut, saling tuding, dan segalanya. Inikan dagelan yang tidak lucu. Apakah kita tidak punya masterplan penyediaan tenaga listrik?. Karena perkembangan suatu Negara tidak statis dan selalu berkembang.
PLN sendiri oleh pemerintah dipaksa menggunakan bahan bakar yang mahal, karena tidak ada jaminan pemerintah untuk pasokan bahan bakar yang lebih murah. Padahal banyak sumber energi terbarukan yang bisa dikembangkan. Seperti tenaga surya, angin, dan arus laut. Namun kebijakan kearah sana belum ada. Hanya beberapa pihak swasta yang mencoba melakukannya. Itupun dalam skala kecil. Sementara cadangan minyak bumi kita makin menipis. Batu bara dan gas alam yang bisa menjadi alternative bahan bakar bagi pembangkit listrik, belum serius digarap. Bahkan didaerah yang kaya akan batu bara, pembangkit listriknya menggunakan solar. Suatu ironi.
PLN sendiri perlu berbenah kedalam. Banyak kebocoran di dalam manajemen PLN sesuai audit BPK. Tunggakan listrik oleh instasi pemerintah cukup besar, dikarenakan mereka membayar jika anggaran telah turun. Biasanya pertriwulan. Belum lagi industri yang juga menunggak pembayaran listriknya. Sehingga mengganggu arus kas. Denda akan keterlambatan yang diharap membuat jera dan menambah kas, disinyalir tak masuk dalam pembukuan. Ataupun kalau tercatat sudah tidak sesuai dengan yang dilapangan. Umur sebagian besar pembangkit listrik yang telah masuk masa maintenance juga membutuhkan pasokan suku cadang perawatan yang lumayan besar.
Anehnya inefesinsi ini harus ditanggung rakyat. Padahal rakyat tidak hanya menangung beban kenaikan TDL, tapi juga kenaikan harga yang dipicu oleh kenaikan TDL. Para pelaku usaha akan membebankan kenaikan TDL kepada konsumen, yang tidak lain adalah masyarakat. Sementara pendapatan masyarakat tidak berubah. Kenaikan gaji bagi pegawai golongan menengah kebawah tidak dapat mengimbangi beban akibat kenaikan harga. Karena harga sudah mengalami beberapa kali kenaikan sementara gaji hanya sekali. Lalu dimana keberpihakan pemerintah terhadap rakyatnya?
Mengapa pemerintah tidak beinvestasi di pembangkit listrik yang terbarukan. Dimana energy untuk pembangkitnya lebih murah. Ataukah pemerintah lebih berpihak ke pengusaha? Semoga nurani pemerintah tetap berpihak ke rakyatnya. Wassalam. www.wusensei-makassar.blogspot.com